Indonesia adalah negara yang berpenduduk majemuk dari segi etnis, sosial, agama, budaya, dan adat istiadat. Setidaknya ada enam agama yang banyak dipeluk penduduk Indonesia dan ratusan aliran kepercayaan yang menyebar dipelbagai provinsi dengan komposisi yang beraneka ragam.
Namun, di sisi lain sekaligus merupakan tantangan yang harus dikelola dengan baik. Jika tidak, bukan tidak mungkin akan menjadi ancaman dan persoalan yang serius terjadinya disentegrasi bangsa.
Konflik dan permasalahan selalu dikaitkan dengan agama sudah tidak asing lagi didengar ditelinga dan yang paling baru di negara tetangga kita sendiri adalah penembakan massal ummat muslim di Selandia baru yang menewaskan sekitar 40 orang di Masjid Al Noor dengan tembakan 205 kali (Liputan6.com, 15/3/19).
Bukan hanya di Negara tetangga saja, bahkan negara kita pun terjadi aksi teror-meneror antar agama, contohnya saja kasus pengerusakan rumah ibadah jemaat Gereja St. Lidwina di Bedog, Sleman, Yogyakarta, pada hari Minggu pagi Empat orang korban, salah satunya jemaat gereja itu sendiri. (VOA.com, 11/2/18).
Tentu saja dengan konflik tersebut, pasti menimbulkan kekhawatiran dan keresahan begitu yang mendalam bagi kita bukan?. Lalu, apa yang akan terjadi jikalau bangsa kita terpecah belah dengan mempermasalahkan sebuah perbedaan?. Tentunya akan menciptakan sebuah peradaban baru.
Nah, lalu bagaimana tindakan anak muda “zaman now” dalam menciptakan kerukunan umat beragama? Anak Muda adalah generasi penerus bangsa, anak mudalah yang mesti menjadi ujung tombak sebagai generasi penerus dalam upaya membentuk kerukunan umat beragama.
Banyak upaya dalam membentuk gerakan kerukunan antar umat beragama yang harus dilakukan. Seperti mengadakan dialog lintas iman, camp peace religions, futsal for peace, lapak buku antar umat beragama serta sering-sering melakukan perjumpaan antar umat beragama untuk mengikis prasangka dan menyadari bahwa perbedaan yang ada harus dapat hidup menjadi sebuah kekuatan untuk bersatu. Masih banyak cara dilakukan dalam membentuk sebuah kerukunan umat beragama, selain mengikat silaturahmi, juga menciptakan sifat yang toleran dalam setiap individualis.
Namun, minimnya kepedulian dan pemahaman generasi “zaman now” mengenai kerukunan antar umat beragama, sehingga sikap toleransi tidak lagi dihiraukan. Hal inilah yang membuat mereka kurang pemahaman dalam memahami sebuah perbedaan. Kebanyakan di antara anak muda masa kini memiliki sikap intoleran yang tinggi. Bagaimana tidak, egiosme menjadi anutan dipikiran mereka, kalau secara terus-menerus seperti ini, lalu kapan bangsa kita bisa dikatakan “a Country Full a Peace” (Negara yang penuh dengan perdamaian)?
Membentuk komunitas
Biasanya membentuk atau membangun sebuah komunitas itu identik dengan anak muda “zaman now”. Ini adalah hal yang paling bagus untuk mengikat silaturahmi dan kerukunan, apalagi dengan membangun komunitas lintas iman. bukankah, ini adalah cara yang efektif untuk menimbulkan sifat toleran dan perdamaian antar umat agama dan membuang jauh prasangka buruk.
Salah satunya komunitas lintas iman yang ada di Makassar yaitu Mahabbah atau biasa disebut dengan Mahabbah Institute for Peace and Godness adalah sebuah organisasi yang bergelut di bidang lintas iman dengan semangat juang mereka untuk mempersatukan perdamaian antarumat beragama.
Dalam dinamika relasi kerukunan umat beragama, anak mudalah yang berperan dalam membangun relasi dalam kerukunan umat beragama yang toleran. Jika bukan generasi muda yang membentuk. Lantas, siapa yang akan menciptakan sebuah perdamaian?
For anak muda “zaman now”
Kita sebagai generasi penerus bangsa, sangat berperan penting dalam membangun perdamaian. jika kita bersatu dalam menciptakan sebuah perdamaian dan kerukunan, maka maraknya konflik-konflik yang terjadi akan meredakan kekacau-balauan. Bukan masalah siapa Anda?, siapa saya? Kita generasi muda “zaman now”, kita berada di negara yang sama, bangsa yang sama, bukankah kita bersaudara? Sangat mustahil bukan, jika kita berada di tengah-tengah konflik hanya menjadi penonton layaknya di dalam ruangan bioskop menatap layar lebar dengan penuh perasaan. Apa yang akan terjadi di Negara kita sendiri?
Untuk anak muda yang menjadi generasi bangsa, bersatulah dalam membangun kerukunan dan perdamaian, sudah terlalu lama kita tersimpul dalam sikap egoisme, waktunya perubahan untuk menggenggam perdamaian dan kerukunan antarumat beragama. Jikalau bukan kita? Lalu siapa?
Oleh: Widya Lestari (Mahasiswa Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar)
Disclaimer: Tulisan ini pernah dimuat di Harian Fajar, Senin 24 Juni 2019