Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan karena diciptakan memiliki akal, pikiran dan perasaan. Namun di balik keberadaan akal, pikiran serta perasaan yang dimiliki oleh manusia, manusia tetaplah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Dengan kata lain, manusia membutuhkan orang lain atau manusia lain dalam kehidupannya, karena itulah manusia disebut sebagai makhluk sosial. Takdir untuk hidup bersama dengan orang lain harusnya difahami sebagai bagian yang telah direncanakan oleh Sang Pencipta.
Di Indonesia sendiri, takdir keberagaman itu ditandai dengan banyaknya jumlah penduduk yang ada dan beraneka ragam. Baik itu agama, suku, budaya, ras dan juga bahasa. Semuanya itu adalah bagian dari takdir Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak serta keaneka ragaman yang dimilikinya, membuat masyarakat Indonesia harus bisa menerima perbedaan. Namun itu tidak mudah. Karena masih ada saja kelompok yang belum bisa menerima hidup berdampingan dengan orang atau sekolompok orang yang berbeda golongan dengannya.
Gesekan dengan mengatasnamakan perbedaan keyakinan masih terjadi sampai sekarang ini. Bahkan, kebencian atas iman yang berbeda itu disebarkan juga melalui teknologi. Perkembangan teknologi ternyata tidak membuat sebagian masyarakat Indonesia memanfaatkannya dengan melakukan hal-hal positif. Sebaliknya, perkembangan teknologi justru digunakan untuk terus melancarkan dan menyebarkan kebencian terhadap agama yang mereka tidak sukai dengan alasan agama tersebut tidaklah benar.
Pandangan dan tindakan kebencian terhadap suatu kelompok atau semakin terang-terangan dan bisa kita jumpai di internet dan media sosial lainnya. Di internet misalnya, beredar beberapa tulisan yang berisi tentang kejelekan suatu agama kebenciannya terhadap agama tersebut. Tidak hanya di internet, di media sosial lainnya seperti instagram, facebook dan whatssapp, hal serupa juga bisa kita jumpai.
Kecanggihan teknologi yang ada sekarang membuat orang-orang bisa mengakses apapun dengan sangat mudah, di manapun dan kapanpun. Sehingga apa yang ditulis di internet dan disebarkan di media sosial lainnya bisa dengan cepat diketahui oleh banyak orang.
Tidak sedikit dari postingan yang dikirim dan disebarkan di internet dan media sosial lainnya justru ditulis oleh kaum muda atau orang-orang zaman sekarang menyebutnya dengan kaum milenial. Kaum muda memang dituntut untuk menguasai perkembangan teknologi yang ada dan arus lebih bisa memanfaatkan teknologi untuk hal yang baik. Seperti menebarkan pesan-pesan perdamaian, tidak hanya untuk Indonesia tetapi pesan perdamaian untuk seluruh dunia.
Perkembangan teknologi yang ada sekarang juga tidak bisa dipungkiri memberi dampak yang besar dalam dunia pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya kemajuan di bidang pendidikan diharapkan bisa memberi manfaat positif untuk generasi muda dalam menyikapi permasalahan.
Cara Milenial Menyebarkan Pesan Perdamaian
Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai generasi muda dengan semua teknologi yang ada sekarang demi menciptakan kesatuan dan kedamaian bagi masyarakat Indonesia. Kita sebagai generasi muda harus bijak dalam membaca informasi yang ada dengan melihat fakta atau bukti-bukti yang ada sebelum menyebarkan informasi yang telah dibaca atau didapatkan.
Dengan memanfaatkan internet dan media sosial lainnya, kita bisa membuat tulisan atau postingan tentang pentingnya toleransi antar umat beragama. Bahwa manusia sebagai makhluk sosial sudah sepantasnya saling tolong-menolong dan menghargai satu sama lain tanpa melihat perbedaan agama, ras maupun budaya.
Kita dapat menyebarkan pesan perdamaian dalam banyak bentuk untuk bisa disebarkan di internet dan media sosial lainnya. Beberapa cara misalnya dengan membuat pamflet yang bisa dibuat sekreatif mungkin dan dengan bahasa yang mudah dipahami di zaman sekarang untuk menarik perhatian pengguna media sosial lainnya agar mau membaca dan menyebarkan pamflet yang telah kita buat.
Tidak hanya lewat pamflet, kita juga bisa menyerbarkan pesan perdamaian melalui youtube. Kita sebagaai generasi muda dapat membuat video tentang pentingnya toleransi dan peran kaum muda dalam menciptkan perdamaian yang dibuat menarik agar orang-orang tertarik menonton video yang telah kita buat.
Kita sebagai generasi muda harus bisa menanamkan sikap toleransi dalam diri kita sendiri terlebih dahulu sebelum mengajarkan nilai-nilai toleransi kepada orang lain. Kita sebagai generasi muda harus saling merangkul dan mampu memanfaatkan teknologi yang ada sekarang ini untuk terus menebarkan pesan perdamaian ke seluruh Indonesia, bahkan untuk seluruh dunia.
Sebagai kaum muda, masih banyak hal lainnya yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan perdamaian di Indonesia. Adanya teknologi yang sangat canggih seperti sekarang ini membuat kita sebagai generasi muda akan lebih mudah menyebarkan perdamaian dan memerangi hal-hal yang tidak sepantasnya dipermasalahkan yang bisa menimbulkan perpecahan antar masyarakat Indonesia.
Kita harus menanamkan dalam diri masyarakat Indonesia bahwa perbedaan agama bukanlah alasan untuk kita saling memerangi antar sesama masyarakat Indonesia dan hidup berdampingan dengan orang atau kelompok yang berbeda tidak seharusnya dipermasalahkan. Justru sebaliknya, hidup berdampingan dengan perbedaan adalah hal yang harus diterima dengan baik. Kita harus merangkul mereka tanpa harus ikut campur dengan keyakinan yang mereka miliki.
Dengan memanfaatkan semua teknologi yang ada sekarang saya yakin kita sebagai generasi muda mampu menciptakan kedamaian. Sebagai kaum muda sudah seharusnya kita bersatu untuk menjaga kesatuan Negara Republik Indonesia. Kita sebaga warga Negara Indoensia harus hidup berdampingan sesuai dengan semboyang NKRI yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Sudah sepantasnya kita sebagai masyarakat Indonesia menerima semua perbedaan karena keanekaragam di Indonesia adalah hal yang tidak bisa dipungkiri. Tidak masalah jika kita berbeda ras, suku, budaya bahkan agama, tetapi kita tetap sama dalam hal kemanusiaan dan kita tetaplah Warga Negara Indonesia.
Rahayu (Mahasiswa Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar)
Disclaimer; Tulisan Opini ini telah Terbit di harian Tribun Timur, 12 April 2022