Beberapa tahun belakangan, pembicaraan tentang moderasi beragama menjadi salah satu kajian yang sangat penting untuk didiskusikan. Di bawah payung Kementerian Agama, moderasi beragama begitu masif dibicarakan. Moderasi beragama bahkan masuk menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Strategi struktural ini dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat langkah-langkah lain yang selama ini dilakukan, dala upaya memfasilitasi ruang-ruang perjumpaan antar kelompok masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai inklusif dan toleransi.
Di dunia akademik, kampus-kampus membicarakan tentang moderasi beragama. Istilah moderasi beragama menjadi salah satu istilah yang paling sering disebutkan dan dan dikaji dalam berbagai kesempatan. Salah satu Program Studi (Prodi) Studi Agama-Agama di UIN Alauddin Makassar bahkan menjadikan Moderasi Beragama sebagai salah satu dari Mata Kuliah mereka. Meskipun begitu, masih banyak orang yang tidak begitu memahami apa sebenarnya moderasi beragama.
Dalam buku Moderasi Beragama terbitan Kementerian Agama tahun 2019 disebutkan bahwa moderasi beragama adalah sebagai sikap yang seimbang antara penghargaan kepada pengamalan beragama orang lain yang berbeda iman (keyakinan) dan pengamalan agama sendiri. Senada dengan hal tersebut, Prof. H. M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul, Wasathiyah, Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (2019) mengatakan bahwa moderasi adalah sesuatu yang mengantar pelakunya melakukan aktivitas yang tidak melanggar ketentuan atau norma-norma yang berlaku.
Secara umum, moderasi adalah cara pandang kita dalam beragama dengan moderat, yaitu memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan cara yang tidak ekstrem, baik itu ekstrem kanan (radikal) maupun ekstrem kiri (liberal). Ekstrem kanan sangat tertutup dan hanya meyakini bahwa keyakinan yang diyakininyalah yang paling benar dengan kata lain sedang ekstrem kiri sangat terbuka atau bebas, sebebas bebasnya.
Tujuan dari pada moderasi dihadirkan untuk membendung kedua hal di atas agar tidak terjadi pada hal tersebut. Kita berharap dan berkeinginan untuk hidup dengan damai, apalagi dengan keadaan bangsa yang plural dan multikultural. Kita sangat beragam, mulai dari suku, ras, budaya, agama, bahkan perbedaan-perbedaan yang mungkin baru seperti perbedaan politik. Semua ini butuh hal yang bisa menyeimbangkannya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, untuk bisa mencapai akan hal itu. Kita perlu mempelajari hakikat dari maksud moderasi agar kita dapat memahaminya dengan baik bukan sebaliknya yang hanya mengandalkan sebuah asumsi sendiri atau beranggapan yang keliru terhadap moderasi itu sendiri.
Moderasi beragama adalah proses penguatan keyakinan terhadap kebenaran agama yang dipeluk, dibarengi dengan memberikan ruang untuk menerima keberadaan agama lain dan pemeluknya. Merasa bebas untuk memperdalam keyakinan dan mengamalkan agama yang diyakini disertai dengan memberikan kesempatan terhadap pemeluk agama yang lain untuk melakukan ritual agamanya. Menghormati dan menerima keberadaan umat agama lain dengan berinteraksi dan bergaul dalam kehidupan bermasyarakat sebagai warga negara dan warga dunia.
Istilah moderasi beragama dalam kehidupan beragama menunjuk pada karakter, cara pandang dan ajaran-ajaran yang memegang teguh toleransi, mengedepankan kerukunan beragama dan menghargai perbedaan setiap keyakinan serta bersedia keluar membangun relasi kehidupan melampaui tembok-tembok pemisah/pembatas. Oleh karena itu sikap moderasi beragama memiliki orientasi pada nilai-nilai perdamaian dan kehidupan yang harmonis di dalam perbedaan agama, keyakinan dan denominasi doktrinal.
Gagal Paham Moderasi Beragama
Seringkali kita mendengar bagaimana anggapan buruk tentang moderasi beragama. Hal ini muncul dari kesalah pahaman dalam menilai moderasi beragama. Seringkali konsep moderasi beragama dipandang tidak menyenangkan bagi orang yang fanatik terhadap agamaya sendiri. Karena menganggap hal yang menyeimbangkan bukan hal baik. Moderasi beragama dianggap membuat kita tidak percaya dengan agama kita.
Padahal, moderasi beragama bukanlah mengarahkan kita agar tidak meyakini agama secara sepenuhnya, justru moderasi beragama memberikan kita gambaran keyakinan yang sesungguhnya. Sebab, moderasi beragama sejatinya mencari inti keyakinan yang kita yakini, seperti toleransi (saling menghargai dan menerima satu sama lain).
Tetapi, tidak sampai di situ saja di mana toleransi dipahami hanya sampai kepada lisan atau ucapan semata. Namun, harus sampai pada aksi atau praktek, mempraktekkan maksud saling menghargai dan menerima satu sama lain. Secara sederhana, manusia yang lahir dari rahim yang sama bisa saja menimbulkan perbedaan. Perbedaan jika tidak disikapi dengan bijak, maka dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan.
Pada akhirnya, arah dan tujuan dari moderasi beragama ini sebenarnya telah lama adanya. Namun, belakangan muncul dengan nama yang berbeda. Jika diibaratkan sebuah jalanan, jalanan ini sebetulnya sudah lama adanya. Tetapi dengan nama yang berbeda atau bahkan tidak terlewati sekian lamanya, yang kemudian dimunculkan kembali dengan nama jalan yang berbeda. Karena jika diperhatikan dan dipelajari dengan baik-baik, kita menemukan bahwa tidak ada yang salah dari Moderasi Beragama.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Penulis; Arifki (Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar)
Disclaimer; Tulisan Opini ini telah Terbit di harian Fajar, 16 September 2023